Pemprov Dorong Budaya Sulsel Terdaftar di Unesco

Kamis, 14 Desember 2017 - 20:21 WIB
Pemprov Dorong Budaya Sulsel Terdaftar di Unesco
Sejumlah anak didik dari Taman Kanak-Kanak (TK), LKSA Nur Muhammad akan ikut untuk belajar tentang terumbu karang di atas Kapal Pinisi Bagi Negeri. Foto : Maman Sukirman/SINDOnews
A A A
MAKASSAR - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulaweis Selatan melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) tengah mendorong agar warisan budaya Sulsel bisa didaftarkan ke UNESCO. Hal ini dilakukan agar mendapat legalitas, menyusul kesuksesan Phinisi yang telah diakui hingga ke tingkat internasional.

Kepala Seksi Sejarah dan Nilai Tradisional Disbudpar Sulsel Arifah menerangkan, saat ini ada 22 Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Sulsel yang telah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia dari tahun 2013-2017. Salah satunya, Phinisi yang telah masuk sebagai Cultural World Heritage UNESCO.

Di antara WBTB Sulsel yang telah mendapat pengakuan tingkat nasional tersebut, yakni Pakkarena, Pagellu, Sinriliq, Badik, Pepepepeka ri Makka, Tongkonan, Mabadong, Ganrang, Coto Makassar, Tudang Sipulung, Lipa Sabbe.

Selanjutnya, Mappadendang, Maudu Lompoa, Araga/Maraga, Mappalili Sigeri, Barongko, Maccera Manurung Kaluppini, Balla to Kajang, Passura, Tari Salonreng, dan Kelong Pakkiyo Bunting.

"Untuk tahun 2018, kita masih menunggu masukan dari kabupaten/kota, terkait produk kebudayaan apa dari daerah mereka yang akan diusulkan," kata Arifah kepada SINDOnews, Kamis (14/12/2017).

Dijelaskan Arifah, mekanisme pengusulan WBTB Sulsel agar mendapatkan pengakuan tingkat Indonesia dilakukan di Disbudpar Sulsel. Sementara untuk tingkat dunia (UNESCO) ditangani pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud. Itupun setelah mendapatkan ketetapan sebagai WBTB Indonesia baru bisa diusulkan.

"Tergantung pemerintah pusat. Apakah 22 memang sudah dianggap layak tuk tingkat dunia, karena tuk tingkat dunia, tentu bertambah lagi standar," jelas dia.

Agar bisa mendapatkan pengakuan dunia, sambungnya, indikator penting yang menentukan adalah adanya kajian akademik yang mendalam dari WBTB tersebut. "Kita sering ditolak karena kajiannya dianggap belum memenuhi standar," tambahnya.
(bds)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.6337 seconds (0.1#10.140)