Faktor Pemicu Banyaknya Kepala Daerah Terjaring OTT KPK
A
A
A
JAKARTA - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan ini sedikitnya sudah menjaring dua kepala daerah. Masing-masing, Bupati Muara Enim dan Bupati Bengkayang.
Tak hanya dua nama tadi, sebelum ini, KPK juga ciduk sejumlah kepala daerah dalam operasi yang sama selama kurun waktu tahun 2019. Lantas, apa yang membuat banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT?
Faktor penyebab banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT dinilai, lantaran mentalitas, moralitas serta integritasmereka lemah dalam melaksanakan sumpah dan janji. Hal itu diutarakan Pengamat Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad.
"Kesalahan rekruitmen kepala daerah karena faktor oligarki dan kronisme. Yang direkrut oleh parpol meraka yang punya hubungan dengan elit partai dan punya modal ekonomi," ujar Suparji saat dihubungi SINDOnews, Rabu (4/9/2019).
Menurut Suparji, faktor tersebut masih ditambah dengan biaya politik yang mahal sehingga, kepala daerah kerap diduga mencari keuntungan lain dengan memanfaatkan jabatan yang diraihnya. (Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Muara Enim Tersangka Suap Proyek Dinas PUPR)
Tak hanya itu, Suparji menilai, munculnya politik dinasti juga memicu banyaknya kepala daerah yang harus berurusan dengan penegak hukum seperti KPK. Ia menyebut fenomena politik dinasti lebih kuat dibanding masa Orde Baru.
Faktor lainnya, kata dia, hukuman yang ringan terhadap pelaku koruptor membuat kepala daerah lainnya berpotensi terjerat kasus yang sama.
"Fenomena ini jelas sangat menciderai demokrasi substantif dan sirkulasi kekuasaan. Kepala daerah sekarang belum selesai dengan masalah privatnya sehingga membawa ke ruang publik yaitu ingin mencari materi dan popularitas," pungkasnya.
Tak hanya dua nama tadi, sebelum ini, KPK juga ciduk sejumlah kepala daerah dalam operasi yang sama selama kurun waktu tahun 2019. Lantas, apa yang membuat banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT?
Faktor penyebab banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT dinilai, lantaran mentalitas, moralitas serta integritasmereka lemah dalam melaksanakan sumpah dan janji. Hal itu diutarakan Pengamat Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad.
"Kesalahan rekruitmen kepala daerah karena faktor oligarki dan kronisme. Yang direkrut oleh parpol meraka yang punya hubungan dengan elit partai dan punya modal ekonomi," ujar Suparji saat dihubungi SINDOnews, Rabu (4/9/2019).
Menurut Suparji, faktor tersebut masih ditambah dengan biaya politik yang mahal sehingga, kepala daerah kerap diduga mencari keuntungan lain dengan memanfaatkan jabatan yang diraihnya. (Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Muara Enim Tersangka Suap Proyek Dinas PUPR)
Tak hanya itu, Suparji menilai, munculnya politik dinasti juga memicu banyaknya kepala daerah yang harus berurusan dengan penegak hukum seperti KPK. Ia menyebut fenomena politik dinasti lebih kuat dibanding masa Orde Baru.
Faktor lainnya, kata dia, hukuman yang ringan terhadap pelaku koruptor membuat kepala daerah lainnya berpotensi terjerat kasus yang sama.
"Fenomena ini jelas sangat menciderai demokrasi substantif dan sirkulasi kekuasaan. Kepala daerah sekarang belum selesai dengan masalah privatnya sehingga membawa ke ruang publik yaitu ingin mencari materi dan popularitas," pungkasnya.
(man)