DKP Sulsel Keluhkan Harga Garam yang Belum Normal

Senin, 17 Februari 2020 - 18:14 WIB
DKP Sulsel Keluhkan Harga Garam yang Belum Normal
DKP Sulsel mengeluhkan harga garam yang lesu sejak April 2019 hingga saat ini. Foto: SINDOnews
A A A
MAKASSAR - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel, Sulkaf S Latief mengeluhkan harga garam yang lesu sejak bulan April 2019 lalu sampai saat ini. Dia mengatakan, lesunya harga garam disebabkan oleh kebijakan impor garam yang berlebih.

Kebijakan impor yang diambil oleh pemerintah pusat tersebut, menurut Sulkaf, tidak berpihak kepada para petani garam di dalam negeri. Karena, sepanjang tahun 2019 produksi garam di dalam negeri menunjukkan tren peningkatan yang sangat signifikan.

"Sulsel berharap pemerintah pusat, garam ini tolong diperhatikan karena produksi tahun 2019 itu naik sekali, kita dengar di Jawa Timur juga naik. Tapi harga sejak April tahun 2019 itu menurun terus sampai hari ini," kata dia.

Berdasarkan pantauan internal DKP Sulsel, harga garam dalam negeri saat ini hanya berada pada kisaran Rp20 ribu hingga Rp25 ribu per karung yang berisi 50 kg, bahkan ada yang sampai Rp15 ribu. Padahal, harga garam awalnya Rp60 ribu sampai Rp70 ribu per karung.

"Semua teman-teman di bawah mengatakan itu salah mengambil kebijakan di tingkat nasional soal impor garam tahun 2019, ada hitungan yang mengatakan bahwa untuk menjaga stabilitas garam, yang diimpor cukup 1,7 juta ton tapi yang diimpor sampai hampir 3 juta ton," kata Sulkaf.

Kebijakan tersebut berdampak terhadap lesunya harga garam karena stok yang berlebih. Bahkan di tahun 2020 ini, produksi garam diprediksi akan kembali meningkat, tapi wacana impor garam hingga 3 juta kembali mencuat.

"Dan sekarang lagi tahun 2020. Padahal prediksi BMKG, sudah mulai kering dan akan lama lagi keringnya jadi produksi garam akan meningkat lagi ini di tahun 2020, dan ada lagi wacana impor sampai 3 juta ton lebih. Padahal ini di gudang-gudang masih penuh. Di mana keberpihakannya?," ketus dia.

Menurutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan seluruh jajaran mitranya Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten sudah melakukan upaya untuk melakukan peningkatan dan perbaikan produksi kepada para petani garam. Tapi jika harga di pasaran lesu, maka akan berdampak terhadap produksi yang juga bisa lesu.

"Jadi kami minta tolong di pusat, jangan waktu mau impor ribut, tapi kalau sudah hancur begini tidak ada lagi yang perhatikan. Prediksi BMKG mengatakan tahun 2020 musim hujan pendek dan sedikit, bulan April sudah panas, berarti produksi mulai lagi sampai bulan 10 sampai bulan 11. Tapi saya tidak tau, karena efek harga ini, bisa saja biar musim panas orang jadi malas produksi garam. Ini jadi masalah," jelasnya.

Data yang dihimpun SINDOnews, produksi garam Sulsel sepanjang tahun 2019 mencapai lebih dari 140 ribu ton, meningkat hampir dua kali lipat dari produksi tahun 2018 yang hanya mencapai 86.712 ton. Potensi produksi garam Sulsel juga kian meningkat, karena daerah produsen garam yang tadinya hanya Jeneponto, Takalar dan Pangkep kini bertambah oleh Maros dan Selayar.

Produksi garam terbesar Sulsel masih Kabupaten Jeneponto yakni mencapai 71 ribu ton tahun 2019, meningkat dari tahun 2018 yang hanya 38 ribu ton. Produsen terbesar kedua adalah Pangkep yakni sebesar 45 ribu ton pada tahun 2019, meningkat dari tahun 2018 yang hanya 36 ribu ton.

Sedangkan Kabupaten Takalar memproduksi garam sebanyak 22 ribu ton pada tahun 2019, meningkat dari tahun 2018 yang hanya 11 ribu ton. Serta Kabupaten Maros memproduksi garam sebanyak 147 ton tahun 2019, dan Kepulauan Selayar memproduksi garam sebanyak 68 ton tahun 2019, turun dari tahun 2018 yang memproduksi sebanyak 115 ton.
(man)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4084 seconds (0.1#10.140)