Mahkamah Agung Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Senin, 09 Maret 2020 - 17:01 WIB
Mahkamah Agung Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Iuran BPJS Kesehatan yang naik 100 persen pada awal tahun lalu, dibatalkan oleh MA setelah dilakukan uji materi. Foto: Sindonews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), setelah mengabulkan gugatan uji materi atau judicial review terkait kenaikan tersebut.

Gugatan diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir pada 2 Januari 2020. Adapun perkara tersebut bernomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materil.

"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro yang dikutip dari amar Putusan MA, Senin (9/3/2020).

Gugatan itu diputus pada Kamis 27 Februari 2020. "Ya Kamis 27 Februari 2020 putus," ungkap Andi.

Dalam putusannya, MA juga menyatakan Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal 34 berbunyi:
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III
b. Rp110.000 per orang per bulan dengan Manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas II
c. Rp160.000 per orang per bulan dengan Manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres 75 Tahun 2019 yang memuat ketentuan iuran baru BPJS Kesehatan. Beleid itu mengatur iuran untuk kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per bulan per peserta.

Sementara, untuk kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, dan kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu. Secara persentase, kenaikan rata-rata mencapai 100%.
Kebijakan ini pun menuai protes dari berbagai kalangan, masyarakat, pengamat, hingga serikat pekerja. Kebanyakan dari mereka mengaku keberatan untuk membayarkan kenaikan iuran yang kelewat besar.
(agn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.3621 seconds (0.1#10.140)