CHC Hidupkan Kembali Kopi Karst dari Kabupaten Maros

Selasa, 15 September 2020 - 21:10 WIB
loading...
CHC Hidupkan Kembali Kopi Karst dari Kabupaten Maros
Seorang warga tampak memperlihatkan kopi karst dari Kabupaten Maros. Foto: SINDOnews/Najmi Limonu
A A A
MAKASSAR - Sebuah komunitas kopi bernama Celebes Heritage Coffee (CHC) kembali memperkenalkan jenis kopi yang tumbuh di sela-sela pegunungan karst Leang-leang, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros.

Menurut literatur yang dibaca oleh founder CHC, Syaiful, pada tahun 1858, tanaman kopi yang ada di kawasan karst Maros sudah lebih dulu dibudidayakan oleh seorang pedagang berkebangsaan Belanda , yang dikenal dengan nama Jacob David Mathijs Mesman.



“Dari sejarahnya, tanaman kopi karst ini telah dibudidayakan oleh seorang Belanda, Jacob Mesman tahun 1858 dan ini dituliskan dalam buku Reisen in Celebes karya Alfred Russel Wallace. Makanya ini kami sangat tertarik,” ujar Syaiful.

Kopi karst ini kemudian dikembangkan oleh VOC di tahun 1920an. Bahkan kala itu, kopi ini menjadi komuditas yang bersaing dengan jenis kopi lain yang terkenal di Sulawesi Selatan, seperti Toraja dan Enrekang.

“Nah sampai pada tahun 1990-an, masyarakat di sini sudah mulai berhenti. Tanaman kopi mereka perlahan tinggalkan, dan akhirnya terabaikan sehingga tidak ada yang tahu lagi kalau dulu kopi karst ini pernah berjaya,” terangnya.

Syaiful mengaku, pemberian nama kopi karst ini diberikan karena jenis tanaman kopi ini berada di antara gugusan karst, beda dari tanaman kopi lain. Pasalnya, tanaman kopi berjenis robusta ini, tumbuh di kaki gunung karst. Namun, kualitasnya tidak kalah dengan kopi lain yang sudah terkenal.

“Kopi karst ini memiliki banyak narasi yang menurut kami sangat luar biasa, karena menurut yang saya tahu, mungkin satu-satunya di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara . Kopi ini tumbuh di dataran rendah di sela karst, yang memang berfungsi sebagai penampung air. Jika diolah dengan baik, kopi ini kualitasnya bisa bersaing,” jelasnya.

Selama ini, tanaman kopi yang banyak ditemukan bertebaran di kaki gunung karst, sudah tidak lagi dirawat oleh warga. Karena petani lebih memilih mengurus kebun lain yang lebih menjanjikan. Sebab, harga kopi yang mereka olah sendiri itu, tidak bisa lagi bersaing dengan kualitas kopi dari tempat lain.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2135 seconds (0.1#10.140)