Ada Ketimpangan Distribusi Uang dalam Masyarakat

Jum'at, 15 Mei 2020 - 20:15 WIB
loading...
Ada Ketimpangan Distribusi Uang dalam Masyarakat
Pakar Kebijakan Publik dan Ekonomi Harryadin Mahardika menyampaikan adanya ketimpangan distribusi uang dalam masyarakat di Forum Diskusi Salemba yang digelar ILUNI UI. Foto/Istimewa/ILUNI UI
A A A
JAKARTA - Pakar Kebijakan Publik dan Ekonomi Harryadin Mahardika menyatakan ada ketimpangan distribusi uang dalam masyarakat. Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada kuartal pertama di tahun 2020 menunjukkan terjadi penurunan cukup drastis pada rekening masyarakat kelas menengah bawah dibanding kuartal empat pada tahun 2019.

"Jika di-breakdown dan leveling berdasarkan jumlah rekening, terlihat semakin kecil saldo rekening, nominalnya berkurang semakin besar," ujar Harryadin yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (15/5/2020).

Harryadin menyebutkan, pemilik rekening di bawah Rp100 juta sudah berkurang Rp26 triliun dalam tiga bulan terakhir. Hal ini menjadi bukti bahwa masyarakat sudah mulai mengonsumsi tabungan yang dimiliki. Ini juga bisa berarti masyarakat tidak ada tambahan untuk tabungan. Harryadin menambahkan, masih ada masyarakat yang tidak terpantau karena tidak punya tabungan.

Kontras dengan kondisi masyarakat bawah, rekening korporasi dan masyarakat kelas atas dengan saldo di atas Rp5 miliar mengalami lonjakan yang fantastis. Data LPS menyebutkan terjadi tambahan Rp244 triliun pada rekening tersebut.
Harryadin menuturkan, masyarakat kaya dan kelas korporasi semakin banyak menimbun dan menyimpan uang. Untuk setiap rekening, terjadi kenaikan saldo sebesar Rp1,8 miliar.

"Ini menunjukkan uang itu ada. Uang dalam sistem harusnya bisa berputar dan bergerak, tetapi mandek. Dan mandeknya ada di golongan yang pada krisis saat ini seharusnya tidak merasa sulit karena mereka punya cukup fasilitas dan tabungan," tegasnya.

Harryadin menekankan agar pemerintah harus segera tanggap untuk mengambil jalan yang lebih drastis. Dengan situasi seperti ini, ia menyebut keadilan ekonomi akan sulit diwujudkan karena lebih menguntungkan korporasi dan orang kaya. Pemulihan ekonomi akan condong pada kelas dan golongan tertentu yang bisa terlihat dari data trivial seperti ini.

"Jangan-jangan setelah pandemi, ketimpangan akan semakin melebar. Kondisi ekonomi tidak membaik, dan justru masyarakat bawah semakin dirugikan," ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Deputi Gubenur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti tak menampik adanya jurang tersebut. Ia menyebutkan, masyarakat kalangan ekonomi atas yang punya uang di bank menikmati depresiasi nilai tukar begitu besar. Ditambah lagi dengan kondisi suku bunga naik. Meski begitu, ia menganggap kondisi ini masih dalam koridor normal.

"Untuk saat ini memang akan ada gap, tapi saya melihatnya tidak akan separah kondisi 97-98," ujar Destry.

Dia juga menambahkan, pengusaha yang termasuk kalangan kelompok ekonomi kelas atas (the have) pun dalam posisi sulit. Selain itu, yang perlu dicatat dari data LPS adalah adanya pengaruh dari mata uang rupiah yang sempat menembus angkat 17 ribu.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1798 seconds (0.1#10.140)