Tim Transisi Pemerintahan Dinilai Tidak Punya Dasar Hukum

Rabu, 27 Januari 2021 - 09:29 WIB
loading...
Tim Transisi Pemerintahan Dinilai Tidak Punya Dasar Hukum
Pakar Otonomi Daerah, Prof Djohermansyah Djohan. Foto: Istimewa
A A A
JAKARTA - Wali Kota Makassar terpilih Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto telah menyiapkan tim transisi, berisi 5 tim ahli, yang saat ini sudah ada dua nama, yaitu Mantan Pj Wali Kota Makassar Yusran Jusuf, dan Ahli Hukum Tata Negara Unhas Aminuddin Ilmar.

Hanya saja pembentukan tim transisi di untuk pemerintahan daerah dinilai tidak memiliki dasar hukum. Hal ini disampaikan Pakar Otonomi Daerah, Prof Djohermansyah Djohan. Ia mengatakan, bahwa Indonesia tidak mengenal model transisi pemerintahan, tidak ada pengaturan dalam undang-undang Pemda .

"Beda dengan sistem pemerintahan Amerika. Sedangkan di Indonesia mulai dari presiden, gubernur maupun bupati/wali kota tidak diatur soal transisi , atau peralihan dari pemerintahan yang lama ke pemerintahan yang baru. Kita tidak mengenai konsep itu dan tidak dinormakan dalam undang-undang," ujar Prof Djo, sapaan akrabnya, Rabu (27/1/2020).



Menurut Prof Djo, jika ada inisiatif atau prakarsa dari kepala daerah terpilih untuk melakukan transisi tentu tidak punya dasar legal. "Tidak ada dasar hukumnya. Artinya pimpinan OPD jika dipanggil kepala daerah terpilih tidak ada kewajiban memenuhi panggilan," tegas Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri periode 2010-2014 ini.

Karena, kata Prof Djo, secara yuridis-formal kepala daerah itu baru mulai bekerja terhitung setelah dilantik, ketika itu baru dia dinyatakan sah sebagai kepala daerah. "Itu model Indonesia. Dia baru bisa melakukan briefing kepada kepala dinas, memanggil birokrat di lingkungan Pemda, memberikan arahan arahan untuk mewujudkan program yang dijanjikan waktu kampanye, setelah dia dilantik sebagai kepala daerah ," paparnya.

Prof Djo mengulang kembali bahwa pemerintahan transisi itu tidak ada dasar legalnya. Jadi, bila diadopsi bisa merepotkan dan membuat para kepala dinas salah tingkah. Kalau dipanggil tidak mau datang dia bisa dianggap tidak mau bekerja sama.

"Hal ini membuat birokrasi tidak nyaman. Karena pemanggilan itu bukan waktu yang tepat. Jika tidak datang dianggap tidak kooperatif. Jika datang, kepala daerah ini belum dilantik. Dia belum punya wewenang sebagai kepala daerah. Kepala daerah itu baru definitif setelah dilantik," terangnya.



Hal itu, kata Prof Djo, tidak bijak jika kepala daerah terpilih yang belum dilantik memanggil birokrat apalagi tanpa izin pejabat yang berwenang sekarang. Karena itu bisa membuat birokrasi terbelah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2234 seconds (0.1#10.140)