Hukum Puasa bagi Orang yang Sakit, Bolehkan Fidyah Dibayar dengan Uang?

Sabtu, 18 April 2020 - 04:22 WIB
loading...
Hukum Puasa bagi Orang yang Sakit, Bolehkan Fidyah Dibayar dengan Uang?
Tabel qodha dan fidyah berdasar petunjuk Nahdlatul Ulama.
A A A
Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Bagi orang-orang yang beriman, puasa adalah wajib. Lalu bagaimana bila sakit? Allah SWT berfirman:

"... dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur". (QS Al-Baqarah : 185).

Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya berjudul Fushul fi Shiyam, orang yang sakit terdiri atas dua kelompok. Kelompok pertama, orang yang sakit terus menerus dan tidak mungkin diharapkan kesembuhannya, misalnya orang yang sakit kanker.

Maka orang tersebut tidak wajib untuk berpuasa, karena tidak ada baginya kesempatan yang dapat diharapkan untuk bisa melaksanakan puasa. Akan tetapi ia wajib memberikan makanan kepada seorang miskin dari setiap hari yang ia tinggalkan tersebut.

Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan orang-orang miskin sejumlah hari-hari yang ia tinggalkan lalu memberikan makan malam atau makan siang kepada mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Anas bin Malik ketika masa tuanya. Atau, bisa juga dengan menyerahkan makanan kepada orang-orang miskin sejumlah hari-hari yang ia tinggalkan.

Semisal dengan kelompok ini adalah orang yang sudah lanjut usia yang tidak mampu lagi untuk melaksanakan puasa.

Kelompok kedua: Orang yang sakitnya tidak terus-menerus dan bisa diharapkan untuk sembuh, seperti sakit demam dan sebagainya.

Kelompok ini mempunyai tiga keadaan: keadaan pertama: Tidak memberatkannya jika berpuasa dan tidak membahayakannya. Maka, tetap wajib baginya untuk berpuasa karena tidak ada udur baginya.

Keadaan kedua, memberatkannya jika berpuasa namun tidak membahayakannya. Maka, hukumnya makruh jika ia melaksanakan puasa karena dengan demikian ia telah meninggalkan rukhshah (keringanan) dari Allah Ta’ala dan memberatkan diri sendiri.

Keadaan ketiga, membahayakan dirinya jika ia melaksanakan puasa. Maka, haram hukumnya jika ia melaksanakan puasa, karena hal itu akan menimbulkan kecelakaan bagi dirinya sendiri.

Allah Ta’ala telah berfirman: “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah Maha Pemurah kepada kalian.”

Dan Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kalian melemparkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.”

Selain itu dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al Hakim. Imam An Nawawi berkata bahwa hadits ini mempunyai beberapa jalan yang saling menguatkan.

Seseorang bisa mengetahui bahwa melaksanakan puasa akan berbahaya baginya dengan perasaannya secara langsung, dan bisa juga dengan pemberitahuan dokter yang terpercaya. Dan setiap kali orang yang sakit dari kelompok ini tidak melaksanakan puasa, maka ia wajib untuk mengqadha’ hari-hari yang ia tinggalkan tersebut jika telah sembuh dari sakitnya.

Adapun jika ia meninggal sebelum sembuh dari sakitnya, maka tidak ada kewajiban untuk mengqadha’ (mengganti puasa pada hari yang lain), karena yang wajib baginya adalah mengganti puasa pada hari-hari yang lain sedangkan ia tidak mendapatkan hari-hari tersebut.

Fidyah Puasa
Sementara itu, menjawab banyaknya pertanyaan seputar kewajiban membayar fidyah. Apakah harus menggunakan makanan pokok ataukah boleh diganti uang, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menjelaskan sbb:

Orang yang tidak mampu berpuasa secara permanen, seperti orang tua renta, orang sakit parah yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya dan lain-lain mendapatkan keringanan meninggalkan puasa Ramadhan. Ia pun tidak diharuskan mengqadha di waktu lain. Sebagai gantinya mereka diwajibkan membayar fidyah/karafat (denda).

Menurut mazhab Syafii, fidyah yang wajib dikeluarkan adalah satu mud (675 gram/6,75 ons) per hari puasa yang ditinggalkan, berupa makanan pokok daerah setempat. Dalam konteks Indonesia adalah beras. Bila satu bulan penuh berarti 30 mud (20.250 gram atau 20,25 kilogram) beras. Fidyah tersebut diberikan kepada fakir miskin.

Menurut tiga mazhab --Maliki, Syafii dan Hanbali-- tidak diperbolehkan menunaikan fidyah dalam bentuk uang. Fidyah menurut pendapat mayoriitas ini harus ditunaikan dalam bentuk makanan pokok daerah setempat. Pendapat ini berlandaskan pada nash-nash syariat yang secara tegas memang memerintahkan untuk memberi makan fakir miskin, bukan memberi uang.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1440 seconds (0.1#10.140)