Harga Bawang Selalu Naik saat Lebaran, RIPH dan SPI Didesak Segera Dicabut

Selasa, 11 Mei 2021 - 15:07 WIB
loading...
Harga Bawang Selalu Naik saat Lebaran, RIPH dan SPI Didesak Segera Dicabut
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan setiap Lebaran antara lain gula pasir, bawang merah, bawang putih, dan telur. Foto/Dok SINDOnews
A A A
TANGERANG - Menjelang hari Lebaran sejumlah bahan pokok selalu mengalami kenaikan. Harga bahan pokok yang sebelumnya stabil kini merangkak naik. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan setiap Lebaran antara lain gula pasir, bawang merah, bawang putih, dan telur.

Terkait harga bawang putih yang selalu naik saat lebaran, Direktur Riset dan Program SUDRA (Sudut Demokrasi Riset dan Analisis), Surya Vandiantara mengatakan bahwa kenaikan itu tidak lepas dari rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementan dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kemendag atas kuota impor bawang putih.

"Yang menjadi sumber masalah terhadap tata niaga importasi pangan strategis adalah ketika pemerintah membuat aturan yang bisa memberikan hak eksklusif kepada beberapa importir tertentu saja untuk melakukan impor komoditas hortikultura. Aturan semacam ini harus segera dihapuskan, karena memberikan ruang bagi mafia rente untuk memperjual-belikan izin kuota impor," kata Surya dalam pernyataanya, Selasa (11/5/2021).

Menurut Surnya, penangkapan atas pelaku mafia rente impor komoditas hortikultura, seharusnya bisa dilakukan KPK hingga ke akar-akarnya. Tindakan rente ini dilakukan secara teroganisir dengan baik sehingga melibatkan berbagai tingkatan. "Maka penting bagi KPK terus melakukan pengembangan kasus rente ini hingga tingkatan paling bawah, agar pemberantasan korupsi bisa dilaksanakan secara menyeluruh tanpa pandang bulu," kata Surnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding mengatakan, KPK telah melakukan kajian terhadap kebijakan tata niaga impor komoditas pangan strategis, khususnya yang berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi dan mengidentifikasi kesenjangan (gap) antara kebijakan tata niaga impor pangan strategis dan implementasinya di lapangan. Baca juga: Bantah Stok Bawang Putih Menipis, Kementan: Aman Sampai Lebaran

Hasil kajian KPK terhadap bawang putih menemukan bahwa persoalannya ada pada kebijakan swasembada bawang putih itu sendiri yang penetapannya melalui Permentan Nomor 16 Tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).Dalam Permentan 16/2017 itu, lanjut dia, Kementan mewajibkan para pelaku usaha/importir melakukan penanaman bawang putih di dalam wilayah Indonesia sebesar lima persen dari total kuota impor yang diajukan.

Masalahnya, Ipi mengakui, Permentan tentang RIPH ini tidak optimal. Sepanjang 2017 sampai 2018, realisasi tanam RIPH hanya mencapai 38-39 persen. "Ditambah konflik kepentingan importir, di satu sisi mereka dipaksa untuk menumbuhkan produksi dalam negeri yang jika berhasil tentu akan menggerus bisnisnya sendiri sebagai importir," katanya.

Di sisi lain, lanjut dia, sebagai importir, yang tentu orientasinya adalah keuntungan sebesar-besarnya, biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi wajib tanam bawang putih pada akhirnya dibebankan kepada konsumen melalui penyesuaian harga jual bawang putih.

Karena itu, tambahnya, hasil kajian bawang putih yang dilakukan KPK tahun 2019, merekomendasikan beberapa poin. Pertama, pemerintah perlu mengevaluasi program swasembada bawang putih.

"Kedua, pemerintah membangun sistem integrasi data antar kementerian/lembaga terkait, yaitu Kementan, Kemendag, Kemenkeu, BPS dan Pemda. Ketiga, pemerintah melakukan evaluasi implementasi kebijakan post border komoditas bawang putih, terutama terkait pengawasannya," bebernya.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2202 seconds (0.1#10.140)