BKKBN Sebarluaskan Program Bangga Kencana, Strategi Tekan Angka Stunting

Senin, 13 Juni 2022 - 15:23 WIB
loading...
BKKBN Sebarluaskan Program Bangga Kencana, Strategi Tekan Angka Stunting
BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan menggelar komunikasi informasi edukasi (KIE) interpersonal kepada kelompok media, dalam rangka Hari Keluarga Nasional ke-29, di Hotel Almadera Makassar, Senin (13/6/2022). Foto/SINDOnews/Syamsi Nur Fadhila
A A A
MAKASSAR - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Selatan menggelar komunikasi informasi edukasi (KIE) interpersonal kepada kelompok media, di Hotel Almadera Makassar, Senin (13/6/2022).

Hal ini dilakukan sebagai bentuk penyebarluasan program pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana atau Bangga Kencana, juga sebagai rangkaian peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-29 yang akan diperingati pada 29 Juni 2022.



Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Ritamariani, menuturkan tahun ini BKKBN Sulsel diberi target 74 persen dari pusat terkait jumlah masyarakat yang memperoleh informasi terkait program Bangga Kencana. Hingga saat ini, capaian BKKBN Sulsel sudah berada di angka 56 persen.

"Melalui kegiatan ini diharapkan ujungnya adalah mengubah perilaku masyarakat yang awalnya tidak tahu, menjadi tahu tentang Bangga Kencana," kata dia.

Salah satu fokus pada program Bangga Kencana ini adalah percepatan penurunan angka stunting. Pada tahun 2021, prevalensi stunting di Sulsel berada di angka 27,4 persen. Angka ini bahkan masih lebih tinggi dari angka nasional yaitu 24,4 persen.

Untuk menekan angka tersebut, lanjut Rita, diperlukan kerja sama terpadu lintas sektor. Salah satunya dengan melibatkan tim penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga atau TP-PKK sebagai mitra BKKBN.

Kepala Bidang Kesehatan Keluarga dan Lingkungan PKK Sulsel, dr. Ema Alasiry, menuturkan stunting merupakan kondisi malnutrisi kronik pada anak yang diakibatkan kekurangan asupan gizi ataupun infeksi kronik. Stunting bukan hanya menyebabkan fisik anak menjadi pendek, tapi juga bisa menghambat perkembangan otak anak.

"Awalnya itu berat badan (BB) yang mulai turun dan itu jadi clue bahwa anak itu harus segera diintervensi. Pada usia 2-5 tahun, fisik anak mungkin bisa diperbaiki tapi kognitif atau kemampuan otaknya susah diatasi," tutur Ema.

Perbaikan gizi anak pun, kata dia, tak boleh dilaksanakan sembarangan. Pasalnya, hal itu justru bisa menimbulkan dampak yang lebih parah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2750 seconds (0.1#10.140)