Komisioner KPPU Ini Sebut Secara Pribadi Tidak Setuju Ada Pelabelan BPA

Minggu, 26 Juni 2022 - 06:57 WIB
loading...
A A A
Sebab, menurutnya, dari kacamata persaingan usaha, orang-orang berbisnis itu akan menghitung sense by sense untuk melihat apakah bisa memenangkan pasar atau tidak. Semuanya akan dihitung apakah itu dampak dari regulasi, perkembangan zaman, dan lain-lain yang bisa berdampak terhadap usaha mereka.

Dia mencontohkan seperti kebijakan BPOM terkait pelabelan “berpotensi mengandung BPA” pada galon guna ulang. Menurutnya, kebijakan ini jelas akan menaikkan biaya dari industri yang menjual galon guna ulang. “Peraturan ini jelas akan menjadi satu level beban yang akan dihadapi pelaku usaha yang memproduksi air kemasan galon guna ulang,” tuturnya.

Kenapa kebijakan BPOM ini bisa terjadi, menurut Ningrum, itu karena berbagai lembaga dan kementerian belum banyak dibekali dengan apa yang disebut dengan competition checklist. “Akibatnya, peraturan-peraturan itu akan menjadi beban bagi industri, dan akan berdampak kepada daya saing suatu perusahaan karena dia memerlukan biaya produksi ini dan itu. Belum lagi bertanding soal iklan,” ucapnya.



Dia mengatakan membuat kebijakan dengan melihat sisi kesehatannya itu tidak salah. Tapi, lanjutnya, dampak peraturannya juga harus mempertimbangkan sisi persaingan usaha yang dimunculkannya. “Dalam rangka kesehatan boleh-boleh saja untuk jadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. Tetapi, tetap harus dilihat juga dampaknya terhadap persaingan usaha,” katanya.

Jadi, dia menyarankan agar lembaga-lembaga instansi negara seperti BPOM , harus dibekali dengan competition checklist itu. “Memang pembuatan peraturan itu nggak dibayar. Tapi kan kalau peraturan itu ada dampak pada ekstra beban untuk yang namanya output dari suatu produksi, itu akan berdampak kepada industri itu untuk bersaing dengan produk lainnya yang sejenis,” tukasnya.
(tri)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2093 seconds (0.1#10.140)