Rasisme, ah tidak ada!

Jum'at, 22 Juni 2012 - 18:55 WIB
Rasisme, ah tidak ada!
Rasisme, ah tidak ada!
A A A
Sindonews.com - Ukraina ternyata tidak sehoror yang diberitakan media-media Inggris. Setidaknya itu kesan pertama saat menelusuri Kota Kiev dua hari menjelang laga penutupan di V –Grup D yang dihuni Ukraina bersama Swedia, Inggris dan Prancis. Mudah-mudahan gambaran seram yang pernah disajikan BBC Panorama soal kejamnya suporter ultras terhadap mahasiswa asal Asia itu memang tidak terbukti, setidaknya hingga pesta Euro 2012 berakhir.

Terus-terang saja ketika masih di Tanah Air, saya sempat terpengaruh saat membaca berita-berita media Inggris soal isu tersebut. Dan berita-berita itu sempat muncul lagi di pikiran ketika baru keluar dari apartemen menyusuri blok-blok yang sepi meski masih siang hari.

Tapi umumnya, warga Kiev yang ditemui saat okezone menanyakan cara untuk menuju Stadion Olympic tempat Acrreditation Center wartawan, bersikap ramah. Baik pria maupun wanita yang ditemui di lorong-lorong peron Metro, moda transportasi kereta bawah tanah di Kiev, mereka mau mengulurkan tangan.

Sebagian bahkan berinisiatif mengantar saya ke tempat tunggu di stasiun pergantian yang cukup rumit bagi pendatang, karena harus berpindah-pindah kereta di lorong yang tidak pararel dan tidak terlihat dari satu peron ke peron lainnya. Salah seorang ibu yang pertama kali ditanyai okezone dengan susah payah memberi penjelasan menggunakan bahasa tarzan, alias hanya memberi tanda-tanda dengan tangannya.

Tapi memang, sepanjang perjalanan baik di Metro maupun menyusuri blok-blok jalan menuju Stadion dan stasiun Kereta Api antar kota, tidak satupun saya menemui orang berpenampilan Asia atau Afrika.

Mungkin bisa jadi ini efek dari pernyataan keluarga pemain Inggris berkulit hitam Theo Walcott dan Alex Oxlade Chamberlain bahwa mereka tidak akan ke Ukraina untuk mendukung Timnas inggris karena khawatir ancaman rasisme.Terlebih ucapan senada juga dilontarkan mantan pemain timnas, Soll Campbell. Dia bahkan lebih ekstrem lagi, mengatakan orang kulit hitam sebaiknya tidak usah menonton Euro langsung ke Ukraina karena bukan tidak mungkin akan pulang dengan peti mati.

“Pernyataan kalau negara kami sarangnya rasisme itu saya kira berlebihan.Kalaupun ada saya jamin jumlahnya sangat sedikit. Di negara manapun pasti seperti itu kan?” ujar Vitaly, salah seorang volunteer. Aleksii, salah satu staf KBRI di Kiev yang menemani Okezone di Donetsk pun sependapat.

“Ah, tidak ada. Inggris hanya cari teman,” kata Aleksii dengan mimik agak kesal.

Ancaman rasisme memang tidak terasa. Paling-paling ketika berjalan seorang diri di Metro atau di jalan orang cenderung memperhatikan. Itu saya anggap wajar karena warga Ukraina mungkin jarang melihat ada orang Asia di sekitar mereka, karena negara mereka bukan tujuan turisme.

Sepanjang perjalanan saya hanya sekali menemui pria yang bersikap sedikit intimidatif, tapi itupun hanya memanggil saya dengan referensi sekenanya soal orang Asia. “Woo Maroko, oh no, Bruce Lee, Bruce Lee.”

Saya kira itu biasa dan bukan sikap rasis. Di Indonesia juga saya sering menemui hal seperti itu. Saya pernah melihat dua orang anak muda saling bergurau satu sama lain saat berpapasan dengan seorang wanita berpenampilan Jepang, dan mereka mengucapkan nama salah satu bintang porno asal Jepang yang pernah dicekal FPI datang ke Indonesia. “Miyabi, Miyabi.”

(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.3843 seconds (0.1#10.140)