Saksi Ahli: Evi Novida Ginting Bukan Korban dan Pantas Dipecat

Selasa, 07 Juli 2020 - 19:05 WIB
loading...
Saksi Ahli: Evi Novida Ginting Bukan Korban dan Pantas Dipecat
Mantan Komisioner KPU, Evi Novida Ginting disebut tidak tepat jika dianggap sebagai korban dari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Foto/SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) , Evi Novida Ginting disebut tidak tepat jika dianggap sebagai korban dari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Hal ini diungkapkan oleh Saksi Ahli Muhammad Rullyandi dalam sidang gugatan Evi terhadap SK Pemberhentian dirinya oleh Presiden RI di Gedung Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (7/7/2020). “Evi bukan korban,” ujar pria yang akrab disapa Rully ini kepada awak media. (Baca juga: Soal E-KTP Djoko Tjandra, DPR: Bukti Lemahnya Koordinasi Kementerian)

Menurut Rully, Evi dan KPU RI memang sudah salah sejak awal karena tidak melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 dan Putusan Bawaslu RI Nomor 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019 terkait perolehan suara Caleg dari Partai Gerindra untuk DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Hendri Makaluasc.

Untuk diketahui, melalui Putusan Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019, MK telah menguatkan Putusan Bawaslu Kabupaten Sanggau yang diterbitkan pada 11 Mei 2019. Putusan MK ini memerintahkan agar KPU memperbaiki (koreksi) terhadap DAA1, DA1, dan DB1 dari Dapil 6 Provinsi Kalimantan Barat.

Sedangkan Putusan Bawaslu RI Nomor Nomor 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019 ini menguatkan Putusan MK dan berisi perintah kepada KPU Provinsi Kalimantan Barat agar melakukan perbaikan rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara dan perolehan kursi partai politik peserta pemilu anggota DPRD Provinsi Kalbar. (Baca juga: Djoko Tjandra Punya e-KTP, DPR Minta Lurah Grogol Selatan Diperiksa)

Menurut Rully, KPU telah mengabaikan Putusan MK. Walaupun belakangan dilaksanakan, lanjutnya, itu pun dengan penafsiran yang salah karena tidak mencantumkan Hendrik Makaluasc sebagai Anggota terpilih DPRD Provinsi Kalbar. Sikap abai ini, imbuh Rully, masih dipertahankan pasca keluarnya Bawaslu RI Nomor Nomor 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019.

Rully menegaskan bahwa sikap tersebut merupakan pembangkangan terhadap MK dan Bawaslu. Padahal dalam Pasal 462 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa putusan Bawaslu wajib ditindaklanjuti oleh KPU. “Oleh karena itu dalam putusan DKPP, ini sudah dianggap pelanggaran etik yang serius dan berat terutama dalam asas profesional,” Jelas Rully.

Pemberhentian Evi sendiri sudah dianggap tepat oleh Rully. Sebagai Koordinasi Divisi Teknis KPU, Evi disebutnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan Anggota KPU yang lain. “Ini yang membuat Evi pantas untuk dipecat,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menyebut beberapa perkara yang disidangkan DKPP yang dalam putusannya telah menjatuhkan sanksi kepada Evi sebelum ia dijatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap dalam amar putusan perkara nomor 317-PKE-DKPP/X/2019. Beberapa perkara tersebut adalah perkara 31-PKE-DKPP/III/2019 (sanksi Peringatan Keras dan Pemberhentian dari Jabatan Kordiv), 114-PKE-DKPP/VI/2019 (sanksi Peringatan Keras), dan 330-PKE-DKPP/XI/2019 (sanksi Peringatan Keras).

“Ini sudah terjadi berkali-kali terjadi diberikan sanksi dalam bentuk peringatan keras,” tutup dosen Hukum Tata Negara Universitas Pancasila ini.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6874 seconds (0.1#10.140)