Pimpin Misa Pemberkatan Nikah Pasutri Diaspora NTT di Jakarta, Mgr Paulinus Sentil Mahar Perkawinan

Senin, 21 November 2022 - 06:17 WIB
loading...
Pimpin Misa Pemberkatan Nikah Pasutri Diaspora NTT di Jakarta, Mgr Paulinus Sentil Mahar Perkawinan
Uskup Keuskupan Tanjung Selor, Mgr Paulinus Yan Olla, MSF memimpin misa pemberkatan pernikahan massal pasutri Katolik diaspora NTT di Puspas Samadi, Klender, Jakarta Timur pada Minggu (20/11/2022). Foto ist
A A A
JAKARTA - Uskup Keuskupan Tanjung Selor, Mgr Paulinus Yan Olla, MSF memimpin misa pemberkatan pernikahan massal pasangan suami-istri (Pasutri) Katolik diaspora NTT di gedung Pusat Pastoral (Puspas) Samadi, Klender, Jakarta Timur pada Minggu (20/11/2022). Pada kesempatan itu, Mgr Paulinus menyentil soal budaya belis atau mahar di NTT.

Menurut Mgr Paulinus, tak sedikit upacara perkawinan di gereja tertunda karena adat istiadat. "Bagaimana pernikahan yang diteguhkan itu harus dijalankan dan dihayati. Adat-adat kita yang sulit bagi kita untuk kita bebaskan sehingga banyak perkawinan kita tertunda karena banyak adat-istiadat," kata Mgr Paulinus dalam khotbahnya.

Acara pernikahan massal ini diselenggarakan oleh Komunitas Perempuan Manggarai (KPM) dan Forum Komunikasi Masyarakat (FKM) Flobamora Jakarta. Sebanyak tujuh pasutri yang tinggal di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dapat berkat massal.

Misa pemberkatan pernikahan dipimpin oleh Uskup Mgr Paulinus, bersama konselebran RD Yustinus Ardianto, RD Stafanus T Rahmat, RD Frederikus Maigahoaku Djelahu, RD P Herian Ulukyana dan RD Michael Rahankey. Baca Juga: 24 Pasutri miskin di Pasuruan nikah massal

Pasutri yang diberkati antara lain Fabianus Indrawan dan Lesta Neng Parung, Hubertus Aur dan Yustina Majabubun, Yosef Alifandri dan Maria Oda Elisan, Agustinus Ganti dan Maria Goreti Manur, Venansius Alfianus Kase dan Maria Dhiu Bate, Antonio Alfiano Saratoga dan Visna Rivantai serta Vicky Fernando Baptista dan Wihelmina Timbu.

Mgr Paulinus pun mencontohkan mahar pernikahan suku Adonara di Flores Timur, NTT yang menggunakan gading gajah. Hal yang sama juga terjadi di pulau Sumba, NTT yang harus membawa sapi dan kerbau.

"Orang di Adonara, tidak ada gajah tetapi belisnya (mahar-red) gading, di Sumba juga sama. Kalau lamar anak orang harus bawa sapi, kuda, kerbau, macam-macam. Kami di Kalimantan Utara sama juga. Orang lamar bukan dengan sapi atau kuda tetapi dengan tempayan," kisahnya.

Peliknya persoalan adat tersebut, kata Mgr Paulinus, membuat perkawinan kristiani seringkali kehilangan maknanya. "Di sini kita lihat perkawinan kristiani seringkali kehilangan maknanya ketika kita kurang menyadari apa yang sesungguhnya yang harus dijalankan di dalam hidup kita," jelasnya.

Terlepas dari hiruk pikuk persoalan adat tersebut, Mgr Paulinus mengutip ensiklik pertama Paus Benediktus XVI yang dikeluarkan pada tanggal 25 Desember 2005 yang berjudul Deus Caritas Est (Allah adalah kasih).

Ensiklik tersebut kata Mgr. Paulinus mengajarkan makna cinta kasih. Dalam konteks kristiani, cinta kasih akan diuji ketika pasangan suami istri berada di dalam kemalangan yang besar.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2145 seconds (0.1#10.140)